Kamis, 27 Desember 2012

Dreams, Love Specialist (s) and Problems

Ketika aku terbangun pagi ini, aku kembali dikejutkan dengan mimpi yang barusan terjadi. Setelah tiga kali mimpi tentang orang yang enggak terduga sama sekali, kali ini mimpiku malah tentang seorang guru yang sudah resign dari sekolah sejak awal tahun ajaran. Aku enggak menyangka, rasa rindu pada sekolahku sebesar itu.


Bagi murid yang normal, pasti mereka tidak ingin liburan mereka cepat berlalu. Biasanya, mereka akan pergi ke suatu tempat untuk rekreasi, atau nongkrong dengan teman di mall-mall. Mereka akan merasakan sekali nikmatnya liburan.

Aku enggak bisa menikmati liburan layaknya teman-temanku. Percaya atau enggak, selama liburan ini aku cuma ada di rumah dan pergi keluar itu layaknya sebuah fenomena langka.

Mungkin beberapa hari yang lalu aku pergi keluar, tapi aku mulai jenuh lagi. Siapa, sih yang mau liburannya menjadi membosankan? Ditambah lagi dengan nasihat – lebih tepatnya mandat – wali kelas untuk murid-muridnya belajar untuk try-out-yang-mematikan setelah liburan.

I’m getting stressed.

Rasa kangen itu juga tersangka untuk satu mimpiku sebelum mimpi tentang guru sekolah. Dia hadir dan menyatakan cinta dalam mimpinya. Sang mantan-calon-taksiran yang aku tak yakin dia ingat aku ada.

Aku tertegun karena aku baru menyadari ini ketika seorang teman menyadarkanku lewat social media. “Kamu mungkin kangen kehadirannya.” Balasnya pada sebuah tweet ku. Jantungku tiba-tiba mencelos. Tiba-tiba saja jantungku berpacu, seperti habis dilempar dari tempat yang tinggi, kembali membuatku berpijak di bumi.

“Tapi aku mikir dia pun tidak kemarin.” Balasku kembali. Aku membutuhkan jawaban.. atau seseorang. Seseorang yang bisa memberikanku penjelasan apakah ini benar perasaan kangen.

“Ya, mungkin begitu. Tapi hatimu berkata tidak. Kadang aku juga gitu, mikirnya ini mimpinya itu.” Jelas temanku.

Hati. Sebuah hal yang menurutku paling kuat, sekaligus yang paling rapuh di bagian tubuhku. Dia kuat menerima kesendiriannya – lebih tepatnya kesendirianku – tapi dia rapuh dalam hal menahan buncahan perasaan. Apa hatiku masih kuat untuk menerima kenyataan?

Menerima kenyataan bahwa sesungguhnya aku memang merindukan dia.

Dua mimpi sebelumnya melibatkan teman sekelas. Yang satu muncul tak diduga, yang lainnya juga muncul secara tidak sengaja. Kalau yang ini jelas, perasaan. Rasa yang belum pernah bisa dihapus. Rasa yang mengikis sedikit, tapi tidak pernah hilang. Meninggalkan sebuah lapisan seperti karat di hati.

Yang satu jelas-jelas menyukai perempuan lain, yang dua jelas-jelas sudah menentukan hati sementara. Ketiganya meninggalkan karat tersebut secara bersamaan di atas hatiku.

Hari ini juga, secara tidak sengaja seorang teman lama bercerita tentang statusnya yang tidak jelas dengan gebetan. Teman, tapi bukan lover. Tapi sang gebetan sudah mengungkapkan rasa sayangnya. Sang gebetan meninggalkan sebuah coretan abu-abu, menggantung status mereka.

“Dia selalu bilang sayang, tapi enggak nembak-nembak. Nggantung.” Cerita teman lama. Aku terdiam lama. Bagiku, kata sayang itu sudah cukup. Tidak perlu kejelasan apapun, kata ‘sayang’ itu sudah menjelaskan segalanya. Memang sangat tidak enak digantung dalam hubungan tanpa status, tapi menurutku, selama rasa sayang itu masih terucap, dan kita pun tahu dia benar-benar tulus mencintai kita, semua akan baik-baik saja.

Aku pernah sekali menangis karena cinta, dan aku tidak akan pernah menangis untuk kedua kalinya. Ketiga mimpi yang melibatkan tiga orang laki-laki itu, setidaknya menjadi pengingatku. Pengingat tentang mereka, yang pernah mengambil hatiku secara tidak sopan, mereka yang meninggalkan kenangan, dan mereka yang sampai saat ini tak pernah tahu perasaanku sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar