Minggu, 04 November 2012

Talk From Flower, To Your Beautiful Heart (Part 2)


(Author’s note : Hei.. Heyaa! Akhirnyaa, setelah sekian lama, sempet juga ngelanjutin cerita ini. Buat yang udah nunggu lama, selamat menikmati. Saya janji, part ketiga pasti akan lebih lama daripada part ini. *dilempar bom*) 

Ferrari hitam legam itu melaju dengan kecepatan rata-rata di jalanan kota Paris. Antonio melirik sekilas gadis berambut cokelat di sampingnya, lalu menggosokkan tangannya di depan hidungnya yang sedikit gatal.

“Corinne..” Katanya membuka pembicaraan.

Gadis di sampingnya dengan cepat menoleh. Sorot matanya terlihat bahagia karena laki-laki yang sedang duduk di belakang kemudi itu akhirnya memanggil namanya setelah semua kesunyian yang menelan mereka berdua sedari tadi.

“Hm? Ada apa?” Tanya Corinne dengan nada selembut mungkin.

Antonio masih saja menggosok hidungnya. “Bisa tolong ambilkan tisu disana?” Tanyanya sambil menunjuk laci mobilnya.

Dengan kecewa, Corinne membuka laci itu, lalu memberikan selembar tisu pada Antonio.

“Tak biasanya orang flu saat musim semi. Udaranya kan tidak terlalu ekstrim seperti musim dingin,” Kata Corinne sambil menatap laki-laki yang sedang membersit hidung di sebelahnya.

“Entahlah. Padahal musim lalu aku tak pernah seperti ini.” Kata Antonio ringkas.

Mobil Antonio berhenti di depan sebuah rumah bergaya klasik. Pagar rumah itu dihiasi dengan ornamen-ornamen, seakan menunjukkan bahwa pemiliknya bukanlah orang sembarangan. Antonio turun dari mobilnya, lalu membukakan pintu di sisi Corinne. Ayahnya selalu mengajarkan ini pada Antonio.

Thanks for the dinner, Antonio.” Kata Corinne dengan sopan. Dia menatap Antonio dengan sungguh-sungguh.

“Ya.” Balas Antonio dengan singkat. Tiba-tiba, dia teringat tentang bunga yang dibelinya. “Bisa tunggu disini sebentar?” Tanyanya.

Corinne hanya mengangguk. Dia memperhatikan laki-laki yang berjalan kembali menuju mobilnya itu. Laki-laki jangkung itu ternyata mengambil sebuket bunga berwarna jingga cerah.

“Ini untukmu.” Kata Antonio, sembari memberikan buket bunganya.

Sejenak, Antonio menangkap tatapan kegirangan di mata Corinne. Gadis itu mengambil bunga di tangannya dengan anggun. “Terima kasih.” Katanya.

***
Kata orang, hidup itu akan terasa lebih indah jika kita bisa menikmati pagi. Apalagi itu di hari Minggu. Dan, disinilah Elle. Di taman kecil miliknya sendiri berusaha menikmati waktu. Dia menyirami bunga-bunga di rumahnya sambil bersenandung kecil. Bunga yang basah, terlihat sangat cantik dimatanya.

Elle menggulung lengan bajunya, lalu mencuci tangannya di kran. Dia lalu memercikkan sedikit air ke wajahnya yang penuh dengan keringat.

“Butuh handuk?” Tanya seseorang dengan suara lembut.

Elle menoleh dengan kaget. Di belakangnya, terlihat seorang gadis bermata biru. Dia menatap Elle dengan tatapan cerah.

“Charlotte!” Pekik Elle sambil memeluk perempuan itu. Hari Minggunya tak bisa lebih baik dari pada sekarang.

***

Antonio mengusap matanya yang sedikit perih. Dokumen-dokumen ini selalu saja mengganggunya setiap hari. Dia ingin sekali bisa pergi ke suatu tempat, dimana dokumen ini tak akan bisa berkutik lagi. Bahkan pada hari Minggu dan di rumahnya, dokumen-dokumen sialan itu selalu mengganggunya. Antonio menghela napas panjang, lalu berjalan menuju balkon.

Semilir angin pagi menerpa wajahnya. Dia mengambil napas dalam-dalam. Beban di kepalanya sedikit berkurang, kabut di kepalanya juga mulai meredup.

Saat dia kembali ke kamarnya, tatapannya hanya tertuju pada satu benda warisan ayahnya: bros bunga mawar putih. Dia mengambilnya, lalu menggenggamnya. Antonio masih ingat betul, amanat ayahnya di detik-detik terakhir: menemukan pemilik bros ini yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar