Rabu, 26 Juni 2013

Sebuah Perasaan dan Seporsi Takoyaki

A/N: Cerita lain .. bercampur sama rasa galau saya, juga sepotong takoyaki. Selamat menikmati, fellas!


Semerbak aroma parfum mahal tiba-tiba memenuhi ruangan. Aromanya sangat memabukkan, entah karena adanya kadar alkohol dalam parfum itu, atau karena orang yang memakainya bisa membuat napasmu tiba-tiba tertahan. Itu kau, dengan kunjunganmu yang konstan ke tempat ini. Jam 5 sore setiap hari.

Tak banyak yang mau kau pesan di sini. Biasanya kau hanya memesan seporsi takoyaki dengan taburan ikan di atasnya, dan segelas teh. Kau biasanya duduk di dekat jendela, terkadang sambil mengutak-atik smartphone mu dengan tanganmu yang terlihat kokoh.

Biasanya juga, kau akan diam di tempat itu sekitar 30 menit. Menarik, lalu menghembuskan napas panjang dari hidungmu yang panjang. Setelah itu kau akan membawa mobilmu menuju tempat yang tak pernah kutahu.

Kali ini kau memakai kemeja biru, dengan kancing yang terbuka di bagian atas. Seperti bukan dirimu yang biasanya selalu berpenampilan necis. Kali ini kau terlihat lebih santai.

Kau memanggil seorang pelayan, dan mulai memesan takoyaki. Kulihat sebelah tanganmu dibebat dengan kain kasa. Aku tak pernah berpikir bahwa seorang yang bekerja jauh dari kata kasar bisa seperti itu.

Suaramu yang terdengar serupa candu itu menyambut pendengaranku. Setelah pelayan itu berlalu, kau menyandarkan punggungmu di badan kursi, lalu menghela napas panjang. Kulihat kakimu yang dibalut sepasang sepatu sneakers bergerak-gerak.

Aku menggelengkan kepalaku sejenak sambil tersenyum. Seharusnya aku tahu lebih awal tujuan utamaku datang ke restoran ini. Sepertinya tujuan itu sudah banyak berubah belakangan ini.

Dari dulu sampai sekarang, makanan favoritku adalah takoyaki. Sensasi asinnya membuatku ketagihan dan ingin coba lagi. Apalagi jika ditemani segelas milkshake. Setiap minggu, aku akan menyisihkan uang jajanku, dan pergi ke restoran ini untuk memesan beberapa.

Lalu kau datang dengan wajah super lelah, tapi tampan. Kau duduk di kursi dekat jendela. Kursi yang letaknya tak jauh dari tempatku, dan kau terbatuk kecil. Perasaan aneh menyelimutiku. Uhm .. mungkin seperti terpesona? Entahlah.

Sejak saat itu, aku mulai sering berkunjung ke restoran ini. Alih-alih menikmati takoyaki, kebiasaanku kini berubah menjadi mengamatimu. Kuanggap ini sama seperti peribahasa sekali menyelam minum air. Tidak ada buruknya juga.

Aku menarik napas panjang, lalu memejamkan mata. Sedikit kesal pada diri sendiri karena datang ke sini dengan alasan bodoh. Anehnya, alasan bodoh itu malah membuatku ketagihan. Ketagihan melihatmu dari jauh.

Tapi apa? Apa untungnya kau mengamati seseorang yang bahkan tak tahu siapa kau? pikir si otak rasional membuatku kembali berpijak pada realita. Untungnya? Entahlah. Yang kutahu hanyalah aku sangat senang.

Lalu untuk apa kau menghabiskan uang demi orang yang tak kau kenal? tanya otak bagian itu lagi. Aku menghela napas, lalu memijat kepalaku. Tak menemukan kalimat untuk menjawabnya. Untuk apa kau membayangkan seseorang yang bahkan terlampau jauh usianya denganmu? Apa kau sebegitu inginnya menikah muda? Otak bagian itu kembali bertanya dengan kritis.

Geez. Menikah muda? Impianku masih panjang. Untuk apa memotong masa muda demi memiliki keturunan?

Tapi otak bagian itu benar. Aku memang terlampau sering membayangkanmu. Membayangkanmu tertawa bersamaku, makan takoyaki bersamaku, lalu tersenyum untukku. Padahal ini semua tak ubahnya hanyalah kali kelima aku melihatmu.

Otak bagian itu memang benar adanya. Aku selama ini hanya berani bermimpi tentangmu dari jauh, melihat figurmu sebagai laki-laki dambaanku. Tapi sungguh, aku tak pernah berpikir bahwa kita dapat bertemu layaknya seorang perempuan dan laki-laki.

Tak baik terlalu banyak bermimpi, otak bagian itu menasihatiku. Hatiku sedikit teriris, lalu mulai meresapi kebenarannya.

Kau mungkin hanyalah pangeran dalam impianku. Mungkin hanyalah sosok laki-laki yang sering kulihat di buku, tapi tak pernah bisa kugapai. Kau hanya mimpi, ilusi yang terdengar sangat manis.

Aku membuka mataku, lalu mulai merasakan cairan hangat membasahi pipiku. Ah, jatuh cinta diam-diam lagi. Aku sepertinya jatuh cinta pada sosok imaji, benarkah?

Aku menangkap sosokmu yang mulai menyantap takoyaki hangat di depanmu, lalu mataku beralih ke arah takoyakiku. Ada dua bulatan yang tersisa. Mungkin salah satunya terdapat gurita, mungkin satunya tidak. Atau mungkin dua-duanya tidak ada guritanya.

Satu hal lagi yang kusukai dari takoyaki: kejutan di dalamnya.

Mungkin kisah cintaku memang lebih baik seperti takoyaki. Penuh dengan kejutan. Bersama orang yang tak pernah kusangka akan ada dan hadir dalam hidupku. Aku sempat berharap itu kau, tapi sebelah perasaanku berkata untuk tidak terlalu banyak bermimpi. Itu akan membuatmu sakit saat kembali ke realita yang keras dan panas.

Mungkin saat ini aku harus melepas semua impianku tentangmu. Tak terlalu banyak bermimpi. Suatu saat mungkin aku akan bermimpi lagi, tapi tak akan banyak. Mungkin malah aku akan menjalani mimpi itu. Tapi aku akan melepasnya agar aku tak gila perlahan-lahan.

Aku kembali menatap sosokmu, lalu mulai mengusap air mataku. Rasakan saja takoyaki hangat itu melebur di mulutmu. Karena ini mungkin kali terakhir aku bersamamu di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar