Hari ini
hujan. Walaupun hanya rintik-rintik, namun tetesan air hujan membawa kesegaran
luar biasa bagi tanah kering yang terpecah karena teriknya matahari. Semua
orang bergembira menyambutnya. Tak terkecuali aku, yang sudah lama merindukan
aroma tanah khas hujan.
Nama aroma
itu pertrichor. Sebuah istilah ilmiah
yang biasa digunakan untuk menyebutnya. Aku mengetahuinya saat melakukan riset
untuk menulis sebuah cerpen yang kukumpulkan sebagai tugas sekolah. Aku
menyukai pertrichor. Ketika
menghirupnya, kau akan mendapati ketenangan menjalar ke seluruh saraf tubuhmu.
Dentingan
piano sebagai intro sebuah lagu
menembus jendela kelas. Samar-samar terdengar vokal khas Christina Perri
melantunkan melodi A Thousand Years. Perasaan
tenang semakin menjadi-jadi. Ini hari hujan yang luar biasa. Dengan pertrichor, langit mendung, dan lagu A Thousand Years.
Sejenak aku
gelisah, mengingat sesuatu yang ingin kulihat sedari tadi. Aku ingin melihat
seorang laki-laki di gedung seberang. Seseorang yang mungkin tidak pernah
kusangka akan menarik perhatianku.
Lantas aku
mengunyah cumi-cumi goreng yang kubawa dari rumah sedari berpikir. Ada dorongan
untuk membuka social media, lalu
membuka profilnya. Berharap dapat menemukan sesuatu yang berarti untukku.
Lama aku
terdiam. Sesaat kemudian bel berbunyi.
***
Hujan
ternyata hanya singgah. Hanya menyisakan lapangan yang basah, akibat tetesannya
yang hanya sebentar saja.
Aku sejenak
tertegun. Melihat sosoknya membuka pintu kelas, lalu masuk ke dalamnya tanpa
menoleh sedikitpun. Sekelebat sosoknya selalu menjadi perhatianku, kendati dia
berada di lantai atas, sedang aku berada di lapangan.
Seorang
teman menarik tanganku, menyuruhku agar terus melangkah. Aku mengikuti setiap
inci gerakannya, namun tidak dengan mataku.
Manik mataku
terus-menerus tertuju ke pintu yang tertutup itu, berharap ia akan keluar dan
menampakkan sosoknya.
***
Dengan
langkah gontai, aku merebahkan diri di atas kasur. Kegiatan hari ini sangat
padat. Aku harus meawawancarai beberapa orang untuk event sekolah, aku juga harus menyortir beberapa opini yang sudah
terkumpul. Walau pekerjaan ini sebenarnya tidak terlalu menguras tenaga, namun
ini terasa berat untuk kedua mataku yang sudah kelelahan sejak pagi tadi.
Iseng, aku
membuka daftar lagu yang berada di ponsel. Jari-jariku bergerak memainkan touch pad, mencari lagu yang ingin
kudengarkan. Dan pilihan itu jatuh pada lagu debut Jin, seorang solois perempuan dari Korea.
Judulnya Gone.
Entah
mengapa setiap melodi yang kudengarkan dari lagu ini membawa pikiranku ke
arahnya. Laki-laki yang berada di seberang. Aku menggigit bibirku, lantas
mencoba untuk membuka social media.
Ternyata dia
menuliskan sesuatu. Terlihat seperti sedang mengasihani dirinya sendiri yang sepertinya tak pernah beruntung tentang
cinta.
Aku
tersenyum getir. Seharusnya ia sadar, bahwa ia tak perlu menanti seorang
malaikat jatuh dari langit. Dia tak perlu menanti seseorang yang jauh letaknya.
Walau sepertinya
rasaku tidak terlalu sempurna, namun nyatanya rasaku ada untuknya.
Seandainya
ia sedikit peka, lalu memahami, merasakan, mendengar. Harusnya ia lebih tahu
dari siapapun tentang rasaku. Tentang aku yang selalu mengamatinya,
memperhatikannya, memikirkannya.
Aku selalu
suka ketika melihat sekelibatan sosoknya. Selalu suka setiap inci tulisan
tangannya yang rapi. Selalu suka keberadaannya di sekitarku. Selalu ingat
bagaimana sentuhan kecilnya di jemariku.
Namun toh
memang selalu seperti ini akhirnya. Perasaan terpendam takkan berarti apapun
selain kenangan yang terukir di hatimu.
.
.
Setidaknya
Tuhan sudah mengizinkanku untuk jatuh cinta lagi. Walaupun sebatas diam-diam
suka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar