Selasa, 29 April 2014

Tired.

Dengan langkah gontai aku melangkah, menyusuri koridor yang seakan tak berujung. Satu dan lain hal tiba-tiba bermunculan di otakku. Hal-hal remeh temeh yang mungkin tak akan pernah muncul jika aku tidak sendirian seperti ini.

Koridor itu gelap, dan terasa dingin.

Dulu, kau selalu berkata bahwa kau akan selalu ada di ujung koridor itu. Menanti pintu-pintu dari koridor itu terbuka, tepat setelah aku menemukan kuncinya. Aku selalu percaya hal itu hingga kini.

Tahukah kau, kau adalah satu-satunya alasanku agar terus melangkah?

Aku menggenggam kunci perak yang terasa begitu dingin. Sesungguhnya kunci itu tidak memiliki berat lebih dari satu gram, namun entah mengapa menggenggamnya membuatku merasa ngilu.

Kemudian pemikiran itu kembali muncul. Apa yang akan kulakukan ketika aku berhasil membuka pintu itu? Haruskah aku memelukmu, dan berkata bahwa aku selalu merindukanmu di relung hatiku? Haruskah aku berkata bahwa menantikanmu membuat ruangan itu berkarat, namun terasa makin menguat dari hari ke hari?

Bagaimana jika kau melupakanku? Haruskah aku menangis, memintamu untuk kembali? Atau.. haruskah aku mencarimu? Atau mungkin, menutup lagi pintu-pintu berkunci perak itu, sampai kau kembali dan mengetuknya?

Langkahku terasa makin berat. Sesungguhnya ini adalah hal yang begitu mudah. Aku hanya tinggal melangkah menuju pintu itu, lalu membukanya. Jika beruntung, kau akan mendapatkan senyumku sesampai ku di hadapanmu. Setelah itu, aku akan kaubawa pergi dari koridor gelap dan dingin itu.

Terdengar detik lembut dari jam besar di pinggir koridor. Tik. Tok.

Kepalaku pusing, napasku terengah, dan aku terduduk di lantai pualam yang begitu dingin. Entah apa yang terjadi padaku.

Secara tidak sadar, aku melepaskan genggamanku pada kunci perak itu. Menimbulkan suara kring yang menggema di seluruh koridor. Kunci itu tadinya terasa membakar telapak tanganku, membebani pergelangan tanganku.

Sesaat kemudian aku menangis, sesenggukan. Suaranya membuat gema ke seluruh ruangan.

Tahukah kau.. aku lelah?

Aku lelah berjalan sendirian di koridor yang tiada ujungnya ini. Aku lelah bernapas sendiri, tanpa merasakan kehadiranmu di sisiku. Tanpa eksistensimu.

Aku lelah mengangkat gaunku hanya untuk berlari, supaya aku bisa mencapai dirimu lebih cepat lagi. Aku bahkan lelah menggenggam kunci perak ini. Harapanku agar dapat bertemu denganmu.

Tidak bisakah kau datang sekarang? Tanpa menantikan kunci perak ini? Aku sudah tidak dapat melangkah lagi. Datang, dan bukalah pintu-pintu itu dengan caramu.

Tidak bisakah?



Karena aku sesungguhnya sudah lelah. Lelah dengan semua usahaku. Semuanya terasa begitu tidak berguna saat ini.

Datang dan selamatkan aku dari kegelapan ini sekarang, tolong.

2 komentar: