Mungkin kamu
tak pernah peduli. Mungkin kamu tak pernah memperhatikannya. Atau mungkin aku
yang terlalu berlebihan mengartikannya. Tapi entah kenapa, sesuatu yang aneh
menyangkut di hatiku ketika aku mulai menyadarinya.
Hal kecil
seperti pakaian yang warnanya kembar, misalnya. Aku yakin kamu tak pernah sadar
itu. Tapi aku sadar.
Bahkan aku
terlalu sadar sampai-sampai aku terus memperhatikannya dan berharap lagi.
Hari
pertama, mungkin sebuah kejutan kita sama-sama memakai warna daun. Aku hijau
lumut, sedang kamu hijau muda. Aku diam-diam tersenyum. Kupikir, ini adalah
sebuah kebetulan yang mengejutkan.
Keesokan
harinya, warna kembar kembali terjadi. Aku hanya menepuk kepalaku, lalu
bercerita pada teman-teman sekamar bahwa ini terjadi lagi. Ini sedikit menggangguku
dan terasa sedikit aneh. Aku sempat yakin bahwa bajuku tak akan sama lagi
denganmu. Kebetulan tak akan terjadi sebanyak lebih dari dua kali.
Hari
terakhir, ternyata warna bajunya masih satu nafas. Entah apa arti dari semua
ini, atau Tuhan hanya memberiku kejutan-kejutan kecil lewat kamu. Semuanya
terasa aneh. Kita terlihat sedang janjian, atau semacam itu.
Same colors, different feelings. Baju kita sama. Tapi kamu tak sadar,
sedangkan aku sadar. Kamu tak peduli, sedang aku peduli. Aku menyukaimu, sedang
kamu tidak.
Degup itu
tak lagi muncul saat kita berdua bertemu tatap. Tak ada lagi sayatan-sayatan
halus yang indah. Tak ada lagi kupu-kupu yang menari di perut saat aku menatap
wajahmu. Tapi rasa ingin berada di dekatmu masih ada walaupun hanya sedikit.
Sungguh, aku
merasa aneh.
Sempat ku
tangkap wajahmu sedang mengamatiku, tapi sedetik kemudian aku berpaling. Kata
teman, aku hanya salah tingkah. Tapi aku tahu yang sebenarnya. Aku takut. Takut
jatuh cinta lagi padamu. Takut jatuh cinta lagi pada siluetmu. Takut jatuh
cinta pada segalanya tentang kamu.
Perasaan ini
begitu tak terdefinisi. Namun akan kusebut ini rasa kagum. Izinkan aku tertawa
pada diriku sendiri sekarang. Karena aku begitu bodoh memaknai perasaanku
sendiri.
Di feri,
ketika malam mulai merengkuh perjalanan kita, aku menangkap tatapanmu. Entah
sepasang itu ditujukan ke arahku, atau ke sebelahku, atau di depanku, aku tak
peduli. Aku segera memalingkan muka dan mencoba untuk menganggap tatapanmu
hanyalah angin lalu.
Tapi, tolong
katakan padaku. Apa tatapan itu hanya sesaat singgah, atau memang sengaja
seperti itu? Apa artinya?
Kamu memang mungkin tak akan pernah menjadi milikku.
Aku memang mungkin tak akan pernah
menjadi milikmu. Tapi semua kenangan yang begitu membekas sampai tak bisa
kulupakan ini, aku berterima kasih padamu.
Terima kasih
karena sudah membuat hidupku lebih berwarna, walau kamu tak pernah sadar kamu
berada di dalamnya. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar