Aku sendiri
tahu, terlalu banyak bergantung pada dunia maya akan membuatmu kecanduan.
Efeknya pun bermata dua, seperti narkoba. Tapi apa yang bisa aku lakukan jika
dia tiba-tiba terlintas diotakku yang kapasitasnya tidak terlalu luas ini?
Haruskah aku
meracaukan namanya alih-alih menuliskan sesuatu agar aku tenang? Haruskah aku
tertawa tanpa tahu apa yang lucu untuk menghilangkan dia sejenak dari otakku?
Haruskah aku
berharap dia hanya fatamorgana ketika dia lewat, duduk dan tersenyum di
dekatku?
Aku bukanlah
orang yang secepat dan setanggap itu dalam urusan melupakan. Aku bisa dibilang
orang yang sangat lambat, dan sangat tidak responsif. Kadang aku sedikit bangga
dengan sifatku yang sedikit menunjukkan bahwa aku adalah orang yang setia, tapi
kebanyakan waktu kuhabiskan untuk meratapi nasib.
Tanganku
tiba-tiba urung menekan tombol tweet.
Pikiranku mulai berkubang disaat dimana aku mencoba untuk berkomunikasi
dengannya lewat pesan singkat. Aku berharap dia akan mengerti kenapa aku yang
jarang sekali mengirim pesan singkat ini mau mengirimkan pesan hanya untuknya.
Aku harap dia sadar sendiri, tanpa kata, tanpa deklarasi bahwa aku menyukainya.
Gestur
tubuhku pun sudah berbicara. Aku tak lagi hati-hati dalam menjaga sikap. Sikap
sedikit berlebihan biasanya muncul ketika menyadari bahwa dia ada di dekatku.
Tubuhku selalu waspada, seperti mempunyai sebuah radar untuk menemukannya.
Aku berharap
dia tahu.
Ketika
melihat senyumnya, tawanya, candanya. Rasanya mulai berbeda. Ada sebuah candu.
Aku ingin selalu melihatnya tersenyum, bahkan melemparkan semua candaan yang
bagi sebagian besar orang terkesan berlebihan itu.
Tapi aku
mulai sadar, bahwa dia sudah menutup rapat-rapat hatinya.
Yang tak
kusadari saat mengirimkan pesan singkat itu padanya adalah, dia sedang
memperhatikan perempuan lain. Yang tak kusadari saat dia lebih sering tersenyum
dan tertawa seperti itu adalah, dia bahagia karena bisa mendapatkan perempuan
itu.
Bahagia
karena cintanya. Bahagia karena kisahnya dengan perempuan itu. Bahagia, tanpa
ada definisi aku di dalamnya.
Ketika
pasangan baru itu beradu mulut, ada sedikit rasa harap bahwa mereka akan
mengakhiri hubungan mereka. Itu jahat, aku sadar itu. Tapi aku juga tak mau
jadi orang yang munafik, karena membohongi perasaan sendiri.
Tapi ketika
pasangan itu – dia dan perempuan itu – mulai mesra kembali, dengan gusar aku
hanya menutup tab browser ku, dan
mulai mencari pelampiasan lain.
Disaat
itulah aku mulai kenal dengan blog. Tempat dimana aku berkutat dengan semua
perasaanku. Tempat dimana dia dan kekasihnya tak bisa menyakiti hatiku lebih
jauh lagi.
Aku tidak
tahu, apakah dia masih mempunyai waktu untuk membaca blog ku atau tidak, tapi
mungkin hal yang ingin aku sampaikan hanyalah: terima kasih. Terima kasih
membuatku menjadi sedewasa ini. Terima kasih karena membuatku terluka, sampai
aku bisa menerima dan memikirkannya sampai sedalam ini. Terima kasih karena
telah menjadi inspirasiku disaat tercepit untuk menulis.
Terima kasih
atas semua rasa sakit itu.
Aku tahu,
Tuhan pasti punya rencana dibalik semuanya. Dan lewat dia dan lagu Maybe dari
David Archuleta, Tuhan sudah memberiku waktu untuk memutar semua kenangan itu
dari awal.
Akhirnya, aku menghapus kata-kata yang tadinya ingin kutulis, dan meyakinkan diri sendiri bahwa aku, tak boleh lagi menyesali jalan ceritaku.
Akhirnya, aku menghapus kata-kata yang tadinya ingin kutulis, dan meyakinkan diri sendiri bahwa aku, tak boleh lagi menyesali jalan ceritaku.
But my love is strong, I don't know if this is wrong.. - David Archuleta, Maybe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar