Bagi murid
yang normal, pasti mereka tidak ingin liburan mereka cepat berlalu. Biasanya,
mereka akan pergi ke suatu tempat untuk rekreasi, atau nongkrong dengan teman
di mall-mall. Mereka akan merasakan sekali nikmatnya liburan.
Aku enggak
bisa menikmati liburan layaknya teman-temanku. Percaya atau enggak, selama
liburan ini aku cuma ada di rumah dan pergi keluar itu layaknya sebuah fenomena
langka.
Mungkin
beberapa hari yang lalu aku pergi keluar, tapi aku mulai jenuh lagi. Siapa, sih
yang mau liburannya menjadi membosankan? Ditambah lagi dengan nasihat – lebih tepatnya
mandat – wali kelas untuk murid-muridnya belajar untuk try-out-yang-mematikan
setelah liburan.
I’m getting stressed.
Rasa kangen
itu juga tersangka untuk satu mimpiku sebelum mimpi tentang guru sekolah. Dia
hadir dan menyatakan cinta dalam mimpinya. Sang mantan-calon-taksiran yang aku
tak yakin dia ingat aku ada.
Aku tertegun
karena aku baru menyadari ini ketika seorang teman menyadarkanku lewat social media. “Kamu mungkin kangen
kehadirannya.” Balasnya pada sebuah tweet
ku. Jantungku tiba-tiba mencelos. Tiba-tiba saja jantungku berpacu, seperti
habis dilempar dari tempat yang tinggi, kembali membuatku berpijak di bumi.
“Tapi aku
mikir dia pun tidak kemarin.” Balasku kembali. Aku membutuhkan jawaban.. atau
seseorang. Seseorang yang bisa memberikanku penjelasan apakah ini benar
perasaan kangen.
“Ya, mungkin
begitu. Tapi hatimu berkata tidak. Kadang aku juga gitu, mikirnya ini mimpinya
itu.” Jelas temanku.
Hati. Sebuah
hal yang menurutku paling kuat, sekaligus yang paling rapuh di bagian tubuhku.
Dia kuat menerima kesendiriannya – lebih tepatnya kesendirianku – tapi dia
rapuh dalam hal menahan buncahan perasaan. Apa hatiku masih kuat untuk menerima
kenyataan?
Menerima
kenyataan bahwa sesungguhnya aku memang merindukan dia.
Dua mimpi
sebelumnya melibatkan teman sekelas. Yang satu muncul tak diduga, yang lainnya
juga muncul secara tidak sengaja. Kalau yang ini jelas, perasaan. Rasa yang
belum pernah bisa dihapus. Rasa yang mengikis sedikit, tapi tidak pernah
hilang. Meninggalkan sebuah lapisan seperti karat di hati.
Yang satu
jelas-jelas menyukai perempuan lain, yang dua jelas-jelas sudah menentukan hati
sementara. Ketiganya meninggalkan karat tersebut secara bersamaan di atas
hatiku.
Hari ini
juga, secara tidak sengaja seorang teman lama bercerita tentang statusnya yang
tidak jelas dengan gebetan. Teman, tapi bukan lover. Tapi sang gebetan sudah mengungkapkan rasa sayangnya. Sang
gebetan meninggalkan sebuah coretan abu-abu, menggantung status mereka.
“Dia selalu
bilang sayang, tapi enggak nembak-nembak. Nggantung.” Cerita teman lama. Aku
terdiam lama. Bagiku, kata sayang itu sudah cukup. Tidak perlu kejelasan
apapun, kata ‘sayang’ itu sudah menjelaskan segalanya. Memang sangat tidak enak
digantung dalam hubungan tanpa status, tapi menurutku, selama rasa sayang itu
masih terucap, dan kita pun tahu dia benar-benar tulus mencintai kita, semua
akan baik-baik saja.
Aku pernah
sekali menangis karena cinta, dan aku tidak akan pernah menangis untuk kedua
kalinya. Ketiga mimpi yang melibatkan tiga orang laki-laki itu, setidaknya
menjadi pengingatku. Pengingat tentang mereka, yang pernah mengambil hatiku
secara tidak sopan, mereka yang meninggalkan kenangan, dan mereka yang sampai
saat ini tak pernah tahu perasaanku sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar